Tuesday 17 October 2017

Siapa yang Kalah Perang (Sekarang)?

Dari buku pelajaran sejarah, kita pernah mendengar Jepang adalah penipu Indonesia lewat propaganda yang begitu heroik - tapi penuh jambu. Janjimu Busuk. Tapi dari pepatah, kita juga mendengar istilah: "Sejarah ditulis oleh pihak yang menang". So, sebenarnya siapa sih yang kalah perang?

Oke, paragraf pembuka tadi meyakinkan kalau saya memang kurang bakat mengajar IPS anak SMP. Tapi faktanya saya memang bukan guru IPS, melainkan seorang pecinta otomotif.

Dari begini, Jepang mampu mengubahnya....
Jadi begini! Dan ingat, ini cuma 1 dari 3 pabrik Honda Motor di Jepang, belum ditambah Yamaha, Suzuki & Kawasaki


1945, pasca dibom atom oleh sekutu yang meluluh-lantakkan Hiroshima & Nagasaki, Jepang tak mampu lagi menutupi kekalahan perangnya ke rakyat mereka. Kaisar Hirohito - yang dianggap bak tuhan kala itu - tak mampu lagi mengucapkan pidato penyemangatnya, lantaran dirinya sendiri panas dingin digempur bom sekutu. Jepang menyusul partner perangnya, Jerman, yang hancur minah sepeninggal Adolf Hitler memilih bunuh diri di bunker pribadinya. Serta Italia yang saat itu ditinggal Benito Mussolini, mati, disiksa rakyatnya sendiri.

Inggris & Amerika Serikat menang telak. Sementara Uni Soviet memilih jadi oposisi - dalam makna kasar - yang kemudian memicu lahirnya perang dingin... Yang saking dinginnya, bahkan kehangatan ledakan nuklir & bahan bakar pesawat ulang-alik pun tak mampu menghangatkan keduanya.

Hanya dalam waktu 3 dekade setelah Perang Dunia II berakhir, Honda bahkan mampu memusnahkan Moge & Superbike Inggris


Uniknya, sejak momen tersebut pula industri otomotif berubah total. Inggris & Amerika adalah leader di dunia Roda 2 - yang kemudian (sedikit banyaknya) menginspirasi pabrikan sepeda motor Jepang hingga seperti sekarang ini - lewat Harley-Davidson serta Moge legend bermerk Inggris yang seabrek banyaknya. Setengah abad kemudian, kondisinya justru berbalik 180°.

Jepang, Jerman & Italia kini jadi pemimpin pasar roda 2 dunia. Begitupun yang saya dengar di dunia roda 4. Setengah abad yang lalu, Jepang mengimpor motor Amrik & Inggris untuk dipelajari... Setengah abad kemudian, Inggris & Amerika yang ketagihan motor impor dari Honda, Yamaha, Suzuki & Kawasaki. Kwartet produsen Jepang tersebut bukan cuma dibukakan pintu untuk ekspansi sepeda motor secara besar-besaran, tapi juga diberikan alas karpet merah plus segelas kopi buatan model Brazzers & Fake Taxi.

Honda, Yamaha, Suzuki, Kawasaki, BMW Motorrad, Ducati, Aprilia, MV Agusta - semuanya menikmati pasar di negara yang dulunya pernah meluluh-lantakkan pusat kota & masa depan rakyatnya. Kalau sudah begini, pertanyaannya: "Sebenernya siapa sih yang kalah perang? Dan siapa yang menang perangnya?".

Lebih lucunya, kombinasi Jepang & Indonesia pun belum mampu mengalahkan kapasitas produksi sepeda motor dari Tiongkok!


Dan yang lebih lucunya lagi, hampir semua negara yang ikut perang tersebut kini bergantung pada proses manufaktur dari Tiongkok... Belum lagi ditambah prospek otomotif mereka yang mengerikan. Yup, ini adalah negara yang dulunya pernah dibantai, disiksa, diperkosa, dan dipermalukan oleh Jepang... Negara yang pernah di-PHP in Amerika Serikat... Negara yang (to be honest, in my opinion) selalu jadi korban dalam masa perang dunia berlangsung.


Sementara, Indonesia? Well, sejarah kita dalam era Perang Dunia nggak lebih baik dari Tiongkok. Kalau nggak mau dibilang lebih buruk. Kita pernah dijajah Portugis, dijajah Belanda, dijajah Sekutu, kemudian dijajah Jepang... Sebelum akhirnya menyatakan kemenangan sejak 17 Agustus 1945. Kemenangan dan kebebasan yang dituangkan dalam konsep kemerdekaan.

Setengah abad kemudian, apakah kita mampu menyaingi Jepang dalam hal produksi otomotif? Yes, Big Yes! Saking besarnya kuantitas sepeda motor rakitan lokal, Indonesia seakan menjadi rumah kedua bagi Honda, Yamaha, Suzuki & Kawasaki - kwartet produsen sepeda motor asal Jepang. Sayangnya, kita nggak pernah belajar mengartikan arti 'rumah kedua' yang saya sebutkan barusan.

So, siapa yang kalah perang (sekarang)? 

No comments:

Post a Comment